GURU DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
GURU DAN
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Oleh : Roikhatuz Zahro
Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Sebuah ungkapan yang
sekitarnya mampu menggambarkan dunia pendidikan di Indonesia. Seorang guru
berjasa membentuk anak didiknya menjadi seorang yang cerdas baik intelektual,
emosional maupun spiritual dan melaksanakan apa yang diperbuatnya hanya untuk
beribadah dan mencari ridho Allah SWT.
Dengan
adanya seorang guru diharapkan mampu membentuk manusia-manusia Indonesia yang
cerdas yang dapat menjadikan bangsa Indonesia bangsa yangh besar dan maju. Kita
bisa menengok negeri tetangga, Jepang misalnya, kita tahu bahwa negeri hancur
akibat Perang Dunia II, tapi sekarang ini negeri Sakura itu begitu maju dan
sangat modern tanpa harus kehilangan jati dirinya. Kita bisa belajar dan
mencontoh dari Jepang. Saat negara itu hancur, hal pertama dan utama yang
menjadi perhatian Pemerintah Jepang kala itu adalah pendidikan. “Ada berapa
guru yang masih tersisa atau masih hidup?”. Itulah pertanyaan yang dilontarkan
pertama kali oleh Pemerintah Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya
pendidikan untuk kemajuan dan pembangunan suatu bangsa yang mana dalam hal ini
guru menjadi penggerak utama dalam proses pendidikan.
Dalam
hal ini guru mempunyai pesan yang sangat Urgent dalam mendidik peserta didik.
Pendidikan itu sendiri berasal dari kata “didik”. Bila kata ini mendapat awalan
“me” akan menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi pelatihan.
Pendidikan lebih dari sekedar penagjaran, karena pengajaran hanyalah aktivitas
proses transfer ilmu berkala, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai
dan pembentukan karakter dengan segala aspek yang dicakupnya. Melalui
pendidikan diharapkan manusia menemukan “jati dirinya”. Setiap orang
berbeda-beda dalam memahami dan mengartikan pendidikan. Ada yang berpendapat
bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia melaui proses pembelajaran disekolah.
Ada
juga yang mendefinisikan Pendidikan secara luas sebagai usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Atau definisi pendidikan yang lebih filosofis yaitu proses transformasi –
dialogis antara peserta didik dan pendidik dalam semua potensi kemanusiaannya
sehingga menumbuhkan kesadaran sikap dan tindakan kritisnya terhadap lingkungan
sekitarnya.
Betapa
pun bagusnya kita memberikan definisi atau batasan makna dan pengertian pada
pendidikan, kalau ternyata dalam tataran praktisnya amburadul, maka semua
keindahan definisi itu hanya selesai sampai di konsepsi – alhasil, kita
merasakan ada kesenjangan yang nyata aantara definisi pendidikan yang begitu
bagus dengan aplikasi pendidikan itu dilapangan. Hasilnya, tentu saja peserta
didik yang berbeda sekali sengan yang sejak awal akan “dibentuk” atau
dicita-citakan.
Dari
sekian banyak definisi yang diberikan para pakar pendidikan dari Indonesia,
misalnya : “Pendidikan adalah upaya sadar dari orang tua atau lembaga
pendidikan untuk mengenalkan anak (peserta) didik kepada Allah, Tuhan yang
telah menciptakannya, agar dia bisa menggunakan seluruh potensi yang telah
Allah anugerahkan, beribadah kepadanya dalam rangka mensyukuri nikmat-Nya, dan
untuk berbuat baik kepada sesama dengan selalu menutamakan kemuliaan akhlak.
Dengan
definisi pendidikan seperti itu, diharapkan sejak awal memasuki dunia
pendidikan terjadi proses menyadarkan dalam diri anak atau peserta didik bahwa
pendidikan yang dilaluinya adalah dalam rangka beribadah kepada Allah dan berbuat
baik kepada sesame mahluk Allah.
Pendidikan
sejatinya menanamkan nilai-nilai transenden spiritual dan pentingnya hidup
bermasyarakat dengan akhlak mulia. Bukan menjadi peserta didik dengan keharusan
meraih angka-angka diakhir ujian, atau memompa harapan-harapan tentang
kemapanan hidup setelah selesai pendidikan nanti. Padahal, jika mengacu pada
tujuan pendidikan nasional, pendidikan (pembelajaran) tidak bisa dilepaskan
dengan persoalan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia. Dari sinilah mutu
pendidikan sesungguhnya harus diukur. Bukan dari nilai-nilai diselembar kertas
bernama ijazah. Sekali agi, membicarakan pendidikan harus sampai juga ke ranah
yang lebih abstrak yaitu, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
Adapun
pendidikan di Indonesia mempunyai fungsi, misi dan tujuan tersendiri.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Sebagai
sarana yang mengubah pola pikir dan pola tindakan (perilaku) manusia, secara
esensial, fungsi pendidikan tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan sebagai
mana tertuang dalam UU No. 2 Tahun 1985. Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang
mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam bermasyarakat dan
berbangsa.
Melihat
fungsi, tujuan dan misi pendidikan di Indonesia yang telah dijelaskan di atas,
maka begitu besar tantangan seorang guru dalam membentuk dan mendidik anak
didiknya. Sosok para guru adalah figure dalam dunia pendidikan dan pengajaran.
Sebagai profesi, dialah yang mempunyai tugas membentuk para siswanya menjadi
pribadi-pribadi yang mapan, handal dan siap untuk meneruskan estafet kehidupan
mendatang yang berguna bagi bangsa dan negara. Para tokoh masyarakat yang ada
sekarang, disetiap kehidupan baik formal atau non-formal, tidak terlepas dari
andil seorang guru yang membentuk peserta didik, sehingga menjadi seperti saat
ini. Berbeda dengan profesi lainnya, mendidik dan mengajar adalah sebuah
profesi yang sangat mulia dan diakui oleh hampir semua aspek kehidupan, dengan
segala bentuknya : agama, pemerintah serta masyarakat secara umum. Semua agama
tanpa terkecuali memberikan predikat mulia kepada tugas seorang guru. Demikian
halnya dengan pemerintah. Selayaknyalah pemerintah menyadari bahwa beban yang
diemban para guru adalah suci dan berat, mempersiapkan penerus bangsa. Karena
pada hakekatnya, keberhasilan pemerintah suatu negara adalah keberhasilan
pemerintahan sebelumnya dalam mempersiapkan generasi muda melalui tangan
kreatif guru. Demikian juga sebaliknya, sudah banyak program pemerintah yang
mengarah pada hak tersebut. Berupaya semaksimal mungkin menghargai profesi guru
termasuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Program mutakhir yang mengarah
pada hal tersebut adalah sertifikasi guru. Sebuah program pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan.
Para
guru secara umum, harus menyamakan misi dan persepsi dalam rangka mensukseskan
tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena, sebagai Tunas Muda, para peserta didik
kita saat inilah diharapkan kelak menjadi “Pohon Rindang” yang tidak menutup
kemungkinan kita juga ikut berteduh dibawahnya. Berbeda dengan tujuan
pemerintah yang berupaya mensejahterakan guru melalui program Sertifikasi,
sebagai guru selayaknya melihat program ini menjadi tantangan untuk terus
meningkatkan mutu serta kualitas profesi yang di emban. Seorang guru harus
menyadari betapa pentingnya meningkatkan kepribadian guru dalam segala aspek
kehidupan terutama bagi mereka yang telah tersertifikasi. Intinya menjadi
seorang guru, harus siap menanggung konsekuensi sebagai guru. Khusus di dalam
dunia pendidikan dan pengajaran. Dalam hal ini ada dua perkara substansi yang
harus selalu diperhatikan dalam upaya peningkatan diri seorang guru antara lain
:
- Keharusan
meningkatkan kulitas pendidikan dan pengajaran dengan terus mencari dan
menerapkan program dan metode inovatif yang lebih mengena dan bermutu.
- Hal
yang juga sangat krusial adalah upaya menjaga dan menngkatkan moralitas guru
dihadapan para siswa serta masyarakat secara umum. Masalah terakhir ini,
sekarang nempaknya kurang mendapat perhatian dari kalangan guru. Hal ini tentu
berimplikasi pada merosotnya pandangan masyarakat luas terhadap sosok guru.
Kedua aspek tersebut (peningkatan
moral dan pengajaran) selayaknya menjadi komitmen serta prospek guru ke depan,
sama-sama disadari sebagai kode etik meningkatkan citra guru.
Sebagai seorang pendidik, guru
mempunyai fungsi tazkiyah dan ta’lim. Tazkiyah atau transfer of value yang
berfungsi sebagai pembersih diri, pemelihara diri, pengembang serta pemelihara
fitrah manusia. Fungsi kedua yaitu fungsi Ta’lim atau transfer of knowledge
yang berfungsi sebagai penyampi ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada
manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari. Agar seorang guru mampu melaksanakan kedua fungsi di atas, maka
seyogyanya guru harus memiliki sifat-sifat sebagai mana berikut : memiliki
sifat rabbani, menyempurnakan sifat rabbaninya dengan keikhlasan, mengajarkan
ilmunya dengan sabar, memiliki kejujuran, meningkatkan wawasan, cerdik dan
terampil dalam mengajar, bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai dengan
posisinya, memahami psikologi anak didik dan peka terhadap fenomena kehidupan.
Diharapkan dengan adanya kualifikasi
seperti itu mampu membentuk kualitas pribadi (moral) seorang guru dan
meningkatkan Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh guru. Dalam hal ini baik
pemerintah ataupun guru, keduanya sama-sama bertanggung jawab mengentaskan
kebodohan bangsa. Secara dengan program sertifikasi guru pemerintah langsung
berusaha terus menjalankan tugasnya mempersembahkan tenaga-tenaga guru selektif
berkualitas untuk bangsa. Sementara bagi kalangan guru, dengan program yang
sama, semakin termotivasi untuk menjadi guru yang professional dalam rangka
memberikan pengabdian yang terbaik bagi bangsanya. Oleh karena itu melalui
program yang sedang digalakkan ini, kedua belah pihak (pemerintah dan guru)
diharapkan bersama-sama terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Menjadi sebuah harapan, ke depan tidak akan terjadi lagi aksi sekelompok guru
yang mendatangi kantor pemerintah berdemo menuntut kesejahteraan hidup yang
selalu dijanjikan atau ada guru yang di ciduk aparat karena mengabaikan
moralitas seorang guru. Tidak memberikan teladan yang baik akan tetapi
menjadikan anak didiknya sebgai mangsa. Jika demikian halnya, yang tersisa
hanya malu pada profesi, malu pada diri sendiri, serta malu kepada anak didik.
Setiap guru memliki keterbatasan
disamping kelebihannya. Keterbatasan guru ini merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari problematika keprofesionalan yang memerlukan pemecahan tidak
seragam, baik terhadap individu maupun kolektif. Sehingga kebijakan yang hendak
diturunkan haruslah berupaya memfasilitasi guru dengan sempurna. Sebab
kualifikasi akademik, kompetensi, dan kebutuhan guru yang sangat beragam, jika
diperberat lagi dengan minimalnya fasilitas yang dimiliki, akan senantiasa
mewarnai seretnya ketercapaian tujuan pendidikan. Sejalan dengan hal ini
pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders pendidikan dituntut
kapabilitasnya agar tidak kikir dalam memberikan fasilitas yang memadai bagi
terwujudnya guru professional, selaras dengan tuntutan standar Nasional
pendidikan.
0 komentar: