Sabtu, 26 Januari 2013

GURU DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN


GURU DAN PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Oleh : Roikhatuz Zahro

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Sebuah ungkapan yang sekitarnya mampu menggambarkan dunia pendidikan di Indonesia. Seorang guru berjasa membentuk anak didiknya menjadi seorang yang cerdas baik intelektual, emosional maupun spiritual dan melaksanakan apa yang diperbuatnya hanya untuk beribadah dan mencari ridho Allah SWT.
Dengan adanya seorang guru diharapkan mampu membentuk manusia-manusia Indonesia yang cerdas yang dapat menjadikan bangsa Indonesia bangsa yangh besar dan maju. Kita bisa menengok negeri tetangga, Jepang misalnya, kita tahu bahwa negeri hancur akibat Perang Dunia II, tapi sekarang ini negeri Sakura itu begitu maju dan sangat modern tanpa harus kehilangan jati dirinya. Kita bisa belajar dan mencontoh dari Jepang. Saat negara itu hancur, hal pertama dan utama yang menjadi perhatian Pemerintah Jepang kala itu adalah pendidikan. “Ada berapa guru yang masih tersisa atau masih hidup?”. Itulah pertanyaan yang dilontarkan pertama kali oleh Pemerintah Jepang. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya pendidikan untuk kemajuan dan pembangunan suatu bangsa yang mana dalam hal ini guru menjadi penggerak utama dalam proses pendidikan.
Dalam hal ini guru mempunyai pesan yang sangat Urgent dalam mendidik peserta didik. Pendidikan itu sendiri berasal dari kata “didik”. Bila kata ini mendapat awalan “me” akan menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi pelatihan. Pendidikan lebih dari sekedar penagjaran, karena pengajaran hanyalah aktivitas proses transfer ilmu berkala, sedang pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan karakter dengan segala aspek yang dicakupnya. Melalui pendidikan diharapkan manusia menemukan “jati dirinya”. Setiap orang berbeda-beda dalam memahami dan mengartikan pendidikan. Ada yang berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia melaui proses pembelajaran disekolah.
Ada juga yang mendefinisikan Pendidikan secara luas sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya. Atau definisi pendidikan yang lebih filosofis yaitu proses transformasi – dialogis antara peserta didik dan pendidik dalam semua potensi kemanusiaannya sehingga menumbuhkan kesadaran sikap dan tindakan kritisnya terhadap lingkungan sekitarnya.
Betapa pun bagusnya kita memberikan definisi atau batasan makna dan pengertian pada pendidikan, kalau ternyata dalam tataran praktisnya amburadul, maka semua keindahan definisi itu hanya selesai sampai di konsepsi – alhasil, kita merasakan ada kesenjangan yang nyata aantara definisi pendidikan yang begitu bagus dengan aplikasi pendidikan itu dilapangan. Hasilnya, tentu saja peserta didik yang berbeda sekali sengan yang sejak awal akan “dibentuk” atau dicita-citakan.
Dari sekian banyak definisi yang diberikan para pakar pendidikan dari Indonesia, misalnya : “Pendidikan adalah upaya sadar dari orang tua atau lembaga pendidikan untuk mengenalkan anak (peserta) didik kepada Allah, Tuhan yang telah menciptakannya, agar dia bisa menggunakan seluruh potensi yang telah Allah anugerahkan, beribadah kepadanya dalam rangka mensyukuri nikmat-Nya, dan untuk berbuat baik kepada sesama dengan selalu menutamakan kemuliaan akhlak.
Dengan definisi pendidikan seperti itu, diharapkan sejak awal memasuki dunia pendidikan terjadi proses menyadarkan dalam diri anak atau peserta didik bahwa pendidikan yang dilaluinya adalah dalam rangka beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesame mahluk Allah.
Pendidikan sejatinya menanamkan nilai-nilai transenden spiritual dan pentingnya hidup bermasyarakat dengan akhlak mulia. Bukan menjadi peserta didik dengan keharusan meraih angka-angka diakhir ujian, atau memompa harapan-harapan tentang kemapanan hidup setelah selesai pendidikan nanti. Padahal, jika mengacu pada tujuan pendidikan nasional, pendidikan (pembelajaran) tidak bisa dilepaskan dengan persoalan keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia. Dari sinilah mutu pendidikan sesungguhnya harus diukur. Bukan dari nilai-nilai diselembar kertas bernama ijazah. Sekali agi, membicarakan pendidikan harus sampai juga ke ranah yang lebih abstrak yaitu, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
Adapun pendidikan di Indonesia mempunyai fungsi, misi dan tujuan tersendiri. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagai sarana yang mengubah pola pikir dan pola tindakan (perilaku) manusia, secara esensial, fungsi pendidikan tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan sebagai mana tertuang dalam UU No. 2 Tahun 1985. Tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, serta memiliki rasa tanggung jawab dalam bermasyarakat dan berbangsa.
Melihat fungsi, tujuan dan misi pendidikan di Indonesia yang telah dijelaskan di atas, maka begitu besar tantangan seorang guru dalam membentuk dan mendidik anak didiknya. Sosok para guru adalah figure dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Sebagai profesi, dialah yang mempunyai tugas membentuk para siswanya menjadi pribadi-pribadi yang mapan, handal dan siap untuk meneruskan estafet kehidupan mendatang yang berguna bagi bangsa dan negara. Para tokoh masyarakat yang ada sekarang, disetiap kehidupan baik formal atau non-formal, tidak terlepas dari andil seorang guru yang membentuk peserta didik, sehingga menjadi seperti saat ini. Berbeda dengan profesi lainnya, mendidik dan mengajar adalah sebuah profesi yang sangat mulia dan diakui oleh hampir semua aspek kehidupan, dengan segala bentuknya : agama, pemerintah serta masyarakat secara umum. Semua agama tanpa terkecuali memberikan predikat mulia kepada tugas seorang guru. Demikian halnya dengan pemerintah. Selayaknyalah pemerintah menyadari bahwa beban yang diemban para guru adalah suci dan berat, mempersiapkan penerus bangsa. Karena pada hakekatnya, keberhasilan pemerintah suatu negara adalah keberhasilan pemerintahan sebelumnya dalam mempersiapkan generasi muda melalui tangan kreatif guru. Demikian juga sebaliknya, sudah banyak program pemerintah yang mengarah pada hak tersebut. Berupaya semaksimal mungkin menghargai profesi guru termasuk meningkatkan taraf kesejahteraan hidup. Program mutakhir yang mengarah pada hal tersebut adalah sertifikasi guru. Sebuah program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan.
Para guru secara umum, harus menyamakan misi dan persepsi dalam rangka mensukseskan tujuan pendidikan nasional yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena, sebagai Tunas Muda, para peserta didik kita saat inilah diharapkan kelak menjadi “Pohon Rindang” yang tidak menutup kemungkinan kita juga ikut berteduh dibawahnya. Berbeda dengan tujuan pemerintah yang berupaya mensejahterakan guru melalui program Sertifikasi, sebagai guru selayaknya melihat program ini menjadi tantangan untuk terus meningkatkan mutu serta kualitas profesi yang di emban. Seorang guru harus menyadari betapa pentingnya meningkatkan kepribadian guru dalam segala aspek kehidupan terutama bagi mereka yang telah tersertifikasi. Intinya menjadi seorang guru, harus siap menanggung konsekuensi sebagai guru. Khusus di dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Dalam hal ini ada dua perkara substansi yang harus selalu diperhatikan dalam upaya peningkatan diri seorang guru antara lain :
-       Keharusan meningkatkan kulitas pendidikan dan pengajaran dengan terus mencari dan menerapkan program dan metode inovatif yang lebih mengena dan bermutu.
-       Hal yang juga sangat krusial adalah upaya menjaga dan menngkatkan moralitas guru dihadapan para siswa serta masyarakat secara umum. Masalah terakhir ini, sekarang nempaknya kurang mendapat perhatian dari kalangan guru. Hal ini tentu berimplikasi pada merosotnya pandangan masyarakat luas terhadap sosok guru.
Kedua aspek tersebut (peningkatan moral dan pengajaran) selayaknya menjadi komitmen serta prospek guru ke depan, sama-sama disadari sebagai kode etik meningkatkan citra guru.
Sebagai seorang pendidik, guru mempunyai fungsi tazkiyah dan ta’lim. Tazkiyah atau transfer of value yang berfungsi sebagai pembersih diri, pemelihara diri, pengembang serta pemelihara fitrah manusia. Fungsi kedua yaitu fungsi Ta’lim atau transfer of knowledge yang berfungsi sebagai penyampi ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar seorang guru mampu melaksanakan kedua fungsi di atas, maka seyogyanya guru harus memiliki sifat-sifat sebagai mana berikut : memiliki sifat rabbani, menyempurnakan sifat rabbaninya dengan keikhlasan, mengajarkan ilmunya dengan sabar, memiliki kejujuran, meningkatkan wawasan, cerdik dan terampil dalam mengajar, bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai dengan posisinya, memahami psikologi anak didik dan peka terhadap fenomena kehidupan.
Diharapkan dengan adanya kualifikasi seperti itu mampu membentuk kualitas pribadi (moral) seorang guru dan meningkatkan Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh guru. Dalam hal ini baik pemerintah ataupun guru, keduanya sama-sama bertanggung jawab mengentaskan kebodohan bangsa. Secara dengan program sertifikasi guru pemerintah langsung berusaha terus menjalankan tugasnya mempersembahkan tenaga-tenaga guru selektif berkualitas untuk bangsa. Sementara bagi kalangan guru, dengan program yang sama, semakin termotivasi untuk menjadi guru yang professional dalam rangka memberikan pengabdian yang terbaik bagi bangsanya. Oleh karena itu melalui program yang sedang digalakkan ini, kedua belah pihak (pemerintah dan guru) diharapkan bersama-sama terus berupaya meningkatkan mutu pendidikan nasional. Menjadi sebuah harapan, ke depan tidak akan terjadi lagi aksi sekelompok guru yang mendatangi kantor pemerintah berdemo menuntut kesejahteraan hidup yang selalu dijanjikan atau ada guru yang di ciduk aparat karena mengabaikan moralitas seorang guru. Tidak memberikan teladan yang baik akan tetapi menjadikan anak didiknya sebgai mangsa. Jika demikian halnya, yang tersisa hanya malu pada profesi, malu pada diri sendiri, serta malu kepada anak didik.
Setiap guru memliki keterbatasan disamping kelebihannya. Keterbatasan guru ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari problematika keprofesionalan yang memerlukan pemecahan tidak seragam, baik terhadap individu maupun kolektif. Sehingga kebijakan yang hendak diturunkan haruslah berupaya memfasilitasi guru dengan sempurna. Sebab kualifikasi akademik, kompetensi, dan kebutuhan guru yang sangat beragam, jika diperberat lagi dengan minimalnya fasilitas yang dimiliki, akan senantiasa mewarnai seretnya ketercapaian tujuan pendidikan. Sejalan dengan hal ini pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders pendidikan dituntut kapabilitasnya agar tidak kikir dalam memberikan fasilitas yang memadai bagi terwujudnya guru professional, selaras dengan tuntutan standar Nasional pendidikan.

0 komentar: