Sabtu, 26 Januari 2013

GURU MERUPAKAN PELITA SEGALA ZAMAN


GURU MERUPAKAN PELITA SEGALA ZAMAN
Oleh : Nur Jannah

Dunia pendidikan dinegeri ini selalu menyisakan berbagai ironi. Hal itu terjadi karena selama ini dunia pendidikan selalu dipandang sebelah mata dengan tidak diperlukan sebagaimanamestinya. Bahkan, yang paling ironis lagi adalah adanya kemyataan menyakitkan bahwa dunia pendidikan sudah menjadi budaya permainan politik. Berbagai intervensi dan hegemoni politik terhadap dunia pendidikansmenjadi komoditas politik yanag keuntungannya tidak kembali kepada dunia pendidikan namunkekantong kepentingan para elite politik.
   Padahal, kita semua tahu bahwa semua pranata, semua komponen, semua struktur, semua pribadi itu lahir dari duni pendidikan dalam arti luas yang telah menjadi pra syarat mutlak tereksestensinya sendi- sendi kehidupan. Kita semua seakan akan munafik terhadap perjalanan kehidupan kita, terhadap eksistensi kita, terhadap apa yang kita raih sekarang ini,terhadap penghidupan yang telah menghidupan kita dan terrhadap segala hal yang telah mendidik kita menjadi orang yang hidup dan terdidik, yang semua itu lahir dari pendidikan orang tua, sekolah, dan  lingkungan dimana kita berdiri tegak sekarang ini. Akankah fenomena it uterus mengalir dalam aliran darah, dalam desahan nafas, dan dalam segalagerrak dan langkah kita?
   Berbagi fenomena tersebut seolah menjadi cermin bagaiamna akutnya penyakit budaya kehidupan kita terhadap dunia pedidikan. Dunia pendidikan dianggap sebagai dunia stagnan yang hanya mengurusi jenjang- jenjang dan kuantitas- kuantitas yang pada akhirnya bisa menjadi  modal untuk mencari kehidupan dengan didasari pola pikiryang materealistis dan mekanis. Betapa ironisnya, pendidikan hanya berfungsi sebagai mesin yang bergerak mekanis. Akibatnya, dunia pendidikan sekarang ini menjadi dunia yang kaku dan hanya melahirkan robot- robot mekanis yang tidak berbudaya, bermoral dan hanya mementingkan nilai- nilai kuantitas belaka tanpa memerhatikan kualitas yang seharusnya paling dipentingkan untuk membentuk manusia yang cerdas lahir batin sehingga bisa membentuk kehidupan berbangsa dan  bernegara yang maju dan berperadapan. Nah, dari paradigm terhadap pendidikan seperti itulah yang akan melahirkan berbagai ironisasi diatas.
   Berbagai hal diatas juga diperparah lagi dengan budaya yang beredar dimasyarakat kita bahwa profesi sebagai pendidik adalah profesi yang tidak menjanjikan dan bahkanberprofesi sebagai profesi yang nomor sekian dibawah profesi- profesi lain. Bahkan halite sudah menjadi konvensi yang mengakar dalam pola piker masyarakat kita. Akibatnya banyak orang yang menjadikan profesi guru sebagai profesi loncatan atau sebagai terminal terrakhir setelah mencapai kegagalan dalam mencari profesi yang lain. Kalau sudah begini, apakah mungkin dunia pendidikan akan melahirkan manusia- manusia berkualitas dan bermoral serta berperadaban yang bisa membangun negeri ini menuju kepuncak kejayaannya. Sedangkan para pendidiknyaberangkat dari unsure keterpaksaan dan tidak berasal dari hati nuraninya untuk menjadi pendidik?
Bagaimana mungkin pendidik bisa mengajarkan sesuatu yang benar secara nurani dan bermoral dari segi perilaku, sedangkan pola dan paradigm kehidupannya sudah tidakberangkat dari jalur yang benar?
   Dunia pendidik dan pendidikan akan menjadi objek ketela’ahan, khususnya tentang profesionalisme guru yang dalam paradigm masyakat sudahmemudah dan cenderung kebanlasan. Harapan punya harapan, ada semacam penyejuk dan pembuka mata kita terhadap dunia guru yang tidak boleh dipandang sebagai profesi yang sebelah mata. Semoga mata hati dan mata kasat kita mulai menampakan sinar yang cerah terrhadap dunia pendidikan. Kalau bukan kita, siapa lagi. Kalau bukan sekarang kapan lagi.minimal kita mulai dari diri kita sendiri untuk brbenah diri menggapi masa depan yang lebih gemilang dan berprospek cerah. Siapa tahu kita menjadi elopor untuk mencerdaskan bangsa dan memunculkan kejayaan di negeri  ini. Cerdas yang tidak hanya cerdas, dan kejayaan yang tidak hanya kejayaan, tapi benar- benar secara esensial dan fundamental menampakkan hasil yang positif dalam berkualitas.
Oleh : Dr. Ainurrofiq Dawan, M. A.
   Guru ( dalam bahasa jawa ) adalah seorang yang harus digugu lan ditiru oleh semua muridnya. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran oleh semua murid. Segala ilmu pengetahuan yang datangnya dari sang guru dijadikan sebagi sebuah kebenaran yang tidak perlu dbuktikan atau diteliti lagi. Seoranga guru jua harus ditiru, artinya seorang guru harus menjadi suri tauladan bagi semua muridnya. Mulai dari cara berpikir, cara berbicaara, hingga cara berperilaku sehari- hari. Sebagai seorang yang digugu lan ditiru seorang dengan sendirinya memiliki peran yang luar biasa dominannya bagi murid.
   Dalam sebuah proses pendidikan guru merupakan salah satu komponen yang sangat penting, selain komponen lainnya seperti tujuan, kurikulum, metode, sarana dan prasarana, lingkungan, dan evaluasi. Dianggap sebagai komponen yang paling penting karena yang mampu memahami, mendalami, melaksanakandan akhirnyamancapai tujuan pendidikan adalah guru. Guru juga yang berperan penting dalam kaitannya dengan kurikulum, karena gurulah yang secara langsung behubungan dengan murid.
Demikian guru berperan penting dalam hal sarana, lingkungan dan evaluasi karena seorang gurulah yang mampu memanfaatkannya sebagai media pendidikan secara langsung bagi muridnya.
   Dari sini, tentang guru sangat relevan, apalagi bila dikaitkan kondisi bangsa indonesianyang lagi mengalami krisis multidimensional. Guru dianggap oleh sebagaian besar pengamat pendidikan sebagai yang bertanggung jawab besar terrhadap kegagalan pendidikan nasioal yang ternyata hanya mampu menghasilkan alumni yang korup, suka bertengkar dan mata duitan.
   Pekerjaan guru adalah mendidik. Mendidik ini merupakan suatu usaha yang amat kompleks, mengingat banyaknya kegiatan yang harus diantisipasi untuk membawa anak didik menjadi orang yang lebih dewasa. Kecakapan mendidik amat diperlukanagar tujuan pendidikan yang luas itu dapat dicapai semaksimal mungkin. Ini berarti kinerja guru harus benar- benar professional. Kalau begitu, apa pengetian profesi itu? Syarat- syarat apakah yang harus dipenuhi agar kinerja sasarannya dapat dikatakan professional?
   Untuk menjawab pertanyaan diatas, peter salim ( 1982 : 1192 ) menegaskan bahwa profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tetentu. Misalnya, prifesinya dibidang computer, profesinya mengajar, dan lain sebagainya.
   Pernyataan peterr salim diatas mempertegas bahwa profesi menuntut suatu keahlian yang didasaran pada latar belakang pendidikan tertentu. Artinya dia benar- benar berpendidikan yang mengkhususkan pada suatu keahlian. Salah satu contoh adalah Fakultas Tarbiyah ( pendidikan ), dimana dalam kurikulumnya mengkhususkan untuk mencetak atau mendidik para mahasiswanya menjadi guru. Dia bekerja pada bidang keahliannya, yaitu mengajar.
   Tampaknya lain persoalan kalau seandainya lulusan fakultas pendidikan tidak menerjunkan dirinya untuk mengajar. Ada juga memang yang benar- benar berprofesi sebagai guru, walaupun buakan dari fakultas pendidikan. Namun yang jelas, sebuah profesi menuntut pendidikan keahlian tertentu. Bagaimana dia tahu tentang computer, kalau dia tidak paham tentang computer.
   Pendapat sikun pribadi ( 1991 : 1 ) yang mengatakan bahwa profesi pada hakikatnya muncul karena kesediaan pribadi seseorang secara terang terrangan untuk mengabdikan dirinya pada jabatan pekerjaan yang ditekuninya.
   Menurut Kenneth Lynn ( 1965 : 67 ) memberikan definisi profesi : suatu profesi yang menyajikan jasa dengan bedasarkan pada ilmu pengetahuan yang dipahami oleh orang tertentu secara sistematik yang diformulasikan dan diterapkan untuk memenuhi kebutuhan klien.
   Oleh karena itu, suatu profesi ditekuni dalam suatu lembaga pendidikan dengan relative lama. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter spesialis, dia membutuhkan kuliah yang cukup lama. Begitupun dengan guru, dia harus menyelesaikan kuliah yang cukup lama. Dia harus menyelesaikan program pendidikan minimal kualifikasi akademik S1 ( strata satu ), bahkan sekarang rata- rata guru disekolah menengah sudah berkualifikasi S2 (strata dua ). Pekerjaan itu menitikberatkan pada aspek intelektual ( kerja otak ).
   Dengan demikian, pekerjaan professional adalah pekerjaan yang dipersiapkan melalui proses pendidikan dan pelatihan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang harus dipenuhinya, maka semakin tinggi pula derajat profesi diembannya. Tinggi rendahnya profesionalisme sangat bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuh.
   Kedudukan guru dalam islam, guru sebagai worker ( pekerj social ) sangat dibutuhkan masyarakat. Namun, kebutuhan masyarakat akan guru belum seimbang dengan sikap social mayarakat terhadap prosi guru. Berbeda bila dibandingkan dengan penghargaan mereka terrhadap profesi lain, seprti dokterr, pengacara, insinyur, dan yang seteusnya.
   Rendahnya pengakuan masyarakat terrhadap guru, menurut Nana sudjana, disebabkan oleh beberapa factor, yaitu:
1.   Adanya pandangan sebagai masyarakat bawa siapapun dapat menjadi guru, asalkan berpengetahuan, walaupun tidak mengerti didaktik- metodik.
2.   Kekurangan didaerah terrpencil memberikan peluang kewengan professional untuk menjadi guru.
3.   Banyak tenaga guru sendiri yang belum menghargai profesinya sendiri, apalagi mengembangkan profesi terrsebut. Perasaan rendah diri karena menjadi guru masih menggelayut dihati mereka sehingga mereka melakukan penyalah gunaan profesi untuk kepuasan dan kepentingan pribadi, yang hanya akan menambah pudar wibawa guru dimata masyarakat ( Tabrani Rusyan, 1992: 2 ).
Salah satu hal menarik pada ajaran islam adalah penghargaan yang tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan Nabi dan Rasul. Mengapa demikian? Karena guru adalah bapak ruhani ( spiritual Father ) bagi anak didik yang member santapan jiwa dengan ilmu pengetahuan. Penghargaan islam terhadap orang yang berilmutergambar dalam hadis dibawah ini seperti yang dikutp Ahmad Tafsir ( 1994: 76 ).
1.   Tinta ulama lebih berharga dari pada darah para syuhada.
2.   Orang yang berrpengetahuan melebihi orang yang senang beribadah, bahkan melebihi kebaikan orang yang berperang dijalan Allah.
3.   Apabila meninggal seorang alim maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat diisi kecuali oleh orang yang alim pula.
Al- ghazali menukil beberapa hadis Nabi tentang keutamaan seorang guru. ia berkesimpulan bahwa guru disebut sebagai orang yang besar aktifitasnya dan lebih baik daripada ibadah setahun. Selanjutnya Al- Ghazali menukil perkataan ulama yang menyatakan bahwa guru merupakan peilta segala zaman. Orang yang hidup bersamanya akan memperoleh pancaran nur keilmiahan. Andaikata dunia tidak ada guru, niscaya manusia seperti binatang,sebab guru selalu berupaya mengeluarkan manusia dari sifat kebinatangan kepada sifat keinsaniyah.
Kedudukan guru dalam islam dihargai tinggi bila orang itu mengamalkan ilmunya. Mengamalkan dengan cara mengajarkan ilmunya kepada orang lain adalah suatu pengalaman yang paling dihargai dalam islam. Menurut Al- Ghazali, seperti yang dikutip oleh Ahmad Tafsir ( 1994: 76 ), barang siapa yang memilih pekerjaan sebagai guru, maka sesungguhnya ia telah memiliki pekerjaan yang penting. Ia melanjutkan bahwa ketika Imam Al- Haramain meninggal dunia, pasar- pasar ditutup, mimbarnya universitas ditutup, mahasiswa sebanyak 400 orang memecahkan tempat tinta serta mematahkan pena mereka. Mereka dalam keadaan demikian selama setahun. Ini menandakan bahwa derajat guru atau kedudukan guru sangatlah penting dan dihormati dalam islam.
Sebenarnya, tingginya kedudukan guru dalam islam merupakan realisasi dari ajaran islam itu sendiri. Islam memuliakan ilmu pengetahuan, dan pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar. Yang belajar adalah pemimpin masa depan, dan yang mengajar adalah guru. tak terbayangkan terjadinya perkembangan penetahuan tanpa adanya orang yang belajar. Tak terbyangkan seandainya belajar dan mengajar tanpa adanya guru. 

0 komentar: