Sabtu, 26 Januari 2013

PROFESI GURU DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM


PROFESI GURU DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : M. Saefudin

Sejak proklamasi kemerdekaan, Negara kita telah menetatapkan tujuan pembangunan seperti yang tertuang dalam  pembukaan UUD 1945, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar tujuan tersebut maka setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan  minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status social, ras, agama, etnis,dan gender. Bahkan  upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini telah menjadi tekad pemerintah sejak Repelita I (19691974). Namun secara jujur dapat kita akui bahwa tujuan  pembangunan tersebut belum dapat diwujudkan secara utuh dan Pendidikan  memang tidak lepas dari seorang guru pendidik, karena hal ini hal yang sangat mendasar dalam dunia pendidikan
Kualitas profesi tenaga guru selalu diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi pendidikannya maupun kegiatan in-service training, dengan berbagai bentuknya, seperti: pendidikan dan latihan. Dalam era global, peran pendidikan tidak hanya sebagai wahana transfer ilmu pengetahuan, tetapi sebagai penghasil sumber daya manusia (SDM) seutuhnya. Peran pendidikan seperti ini tidak hanya dibebankan pada jenjang pendidikan tinggi, tetapi juga pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Hal ini telah diamanatkan GBHN tahun 1999 agar pembangunan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh. Dalam menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, berbasis pengetahuan, dan memiliki daya saing yang tinggi pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan meluncurkan sejumlah peraturan  perundangundangan, misalnya UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undangundang ini merupakan penyempurnaan dari undangundang sebelumnya (UU No.2/1989) yang dianggap telah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi dewasa ini. Penyempurnaan landasan hukum bagi pendidikan nasional tersebut merupakan tuntutan pelaksanaan pembaharuan pendidikan sebagai respons terhadap perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks kehidupan sosial dalam era global berteknologi informasi dan komunikasi saat ini (amanat amandemen UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945). Di samping itu, telah diterbitkan Undangundang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai kelanjutan dari UU No. 20 tahun 2003. Guna meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi globalisasi dewasa ini pemerintah juga telah menetapkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) melalui PP No. 19 tahun 2005 yang kemudian PP tersebut dijabarkan kembali menjadi sejumlah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas). Untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah PP No. 19/2005 tersebut antara lain dijabarkan menjadi Permendiknas No. 22, 23 dan 24 tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Permendiknas No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Disamping itu masih ada sejumlah Permendiknas lainnya yang diharapkan dapat dijadikan rujukan oleh instansi yang turut bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu proses dan hasil belajar di era global dewasa ini, misalnya Permendiknas untuk Standar Proses, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Kepala Sekolah, dan Standar Pengawas Sekolah. Dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 telah ditetapkan bahwa guru sebagai pendidik profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimal S1/DIV dan menguasai empat kompetensi, yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
Perlu diketahui bahwa pendidikan selama ini terjadi karena pembelajaran hanyalah suatu proses pengodisian yang tidak menyentuh realitas alami. Pembelajaran berlatar realitas, artificial. Aktifitas kegiatan belajar mengajar selama ini merupakan peningkatan kualtas mutu peserta didik dalam belajar. Terdapat jarak yang cukup jauh antara materi yang dipelajari dengan peserta didik sebagai insan yang mempelajarinya, materi yang di pelajari terpisah dari peserta didik yang mempelajarinya.
Sebagai medium pendekatan antara  materi dan peserta didik pada pembelajaran artificial adalah aktifitas mental berupa hafalan, pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang dipelajari dari pada struktur yang  terdapat didalam materi itu. Pembelajaran seperti ini melelahkan dan membosankan. Belajar bukan manifistasi kesadaran dan partisipasi, melainkan keterpaksaan dan mobilisasi. Dampak psikis ini kontraproduktif dengan hakekat pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan atas seluruh potensi kemanusiaan yang dimiliki secara kodrati.
Pembelajaran seharusnya menjadi aktifitas bermakna yakni pembahasan yakni mengaktualisasi seluruh potensi kemanusiaan. Bukan sebaliknya, pertanyaan bagaimana menemukan cara terbaik menciptakan pembelajaran bermakna.
Seiring dengan pengembangan filsafat kontruktivisme dalam pembelajaran selama dekade ini, muncul pemikiran kritis merenovasi pembelajaran bagi anak Bangsa Negara inimenuju pembelajaran yang berkualitas,  humanis, organis, dinamis, dan kontruktif. Salah satu pemikiran kritis itu dan salah satu upaya yang dapat di kembangkan oleh sekolah adalah pembelajaran aktif, inofatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan atau PAIKEM.
Pembelajaran menunjuk pada proses belajar yang menempatkan peserta didik sebagai center  stage performance, pembelajaran lebih menekankan bahwa peserta didik sebagai makhluk berkesadaran memahami arti penting interaksi dirinya dengan lingkungan yang menghasilkan pengalaman adalah kebutuhan , kebutuhan baginya mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan yang dimiliki.
Aktif : pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan proses aktif dari si pembelajar dalam  membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Pembelajaran aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta didik. Dinamika untuk mengartikulasikan dunia idenya dan dan mengonfrontir ide itu dengan dunia realitas yang dihadapinya.
Inovatif : pembelaran merupakan proses pemaknaan atas realitas kehidupan yang dipelajari. Maka  itu hanya bias dicapai jika pembelajaran dapat mefasilitasi kegiatan belajar yang member kesempatan kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar yang dilakoninya.
Kreatif : pembelajaran harus menumbuhkan pemikiran kritis, karena dengan pemkiran seperti itulah kreativitas bias dikembangka. Pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan produktif yang melibatkan evaluasi bukti. Kreativitas adalah kemampuan berfikir tentang sesuatu dengan cara baru dan bias menghasilkan solusi unuk atas suatu problem
Efektif : pembelaran efektif adalah jantungnya sekolah efektif. Efektif pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran efektif mecakup keseluruhan tujuan pembelajran  baik yang berdimensi mental, fisik, maupun social. Pembelajaran efektik “memudahkan “ peserta didik belajar sesuatu yang “bermanfaat” .
Menyenangkan : pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan atau dengan kegiatan yang positif. Peserta didik mersakan bahwa proses belajar yang dialaminya  bukan sebuah derita yang didera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukurinya. Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang harus ditunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadi peserta didik ikhlas menjalaninya.

0 komentar: