PROFESI GURU DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM
PROFESI GURU DALAM DUNIA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : M. Saefudin
Sejak proklamasi kemerdekaan, Negara kita telah menetatapkan tujuan
pembangunan seperti yang tertuang dalam
pembukaan UUD 1945, salah satunya adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar tujuan tersebut maka setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang
dimilikinya tanpa memandang status social, ras, agama, etnis,dan gender. Bahkan upaya untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa ini telah menjadi tekad pemerintah sejak Repelita I (1969‐1974). Namun secara jujur dapat kita
akui bahwa tujuan pembangunan
tersebut belum dapat diwujudkan secara utuh dan
Pendidikan memang tidak
lepas dari seorang guru pendidik, karena hal
ini hal yang sangat mendasar dalam dunia pendidikan
Kualitas
profesi tenaga guru selalu diupayakan, baik melalui ketentuan kualifikasi
pendidikannya maupun kegiatan in-service training, dengan berbagai bentuknya,
seperti: pendidikan dan latihan. Dalam era global, peran pendidikan tidak hanya sebagai wahana transfer ilmu
pengetahuan, tetapi sebagai penghasil sumber daya
manusia (SDM) seutuhnya. Peran pendidikan seperti ini tidak hanya dibebankan pada jenjang pendidikan tinggi, tetapi juga pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Hal ini telah diamanatkan
GBHN tahun 1999 agar pembangunan pendidikan diarahkan untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin
secara terarah, terpadu dan menyeluruh. Dalam menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas,
berbasis pengetahuan, dan memiliki daya saing yang tinggi
pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan meluncurkan sejumlah peraturan perundang‐undangan, misalnya Undang‐Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang‐undang ini merupakan penyempurnaan
dari undang‐undang sebelumnya (UU No.2/1989)
yang dianggap telah tidak sesuai dengan perkembangan yang terjadi dewasa ini. Penyempurnaan landasan hukum
bagi pendidikan nasional tersebut merupakan tuntutan
pelaksanaan pembaharuan pendidikan sebagai respons terhadap perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam konteks
kehidupan sosial dalam era global berteknologi informasi dan
komunikasi saat ini (amanat amandemen Undang‐Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945). Di samping itu, telah diterbitkan
Undang‐undang
No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai
kelanjutan dari UU No. 20 tahun 2003. Guna
meningkatkan kualitas pendidikan dalam menghadapi globalisasi dewasa ini
pemerintah juga telah menetapkan Standar Nasional
Pendidikan (SNP) melalui PP No. 19 tahun 2005 yang kemudian PP tersebut dijabarkan kembali menjadi sejumlah Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas). Untuk meningkatkan
kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah PP No. 19/2005 tersebut antara lain dijabarkan menjadi
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 tahun 2006 tentang Standar Isi dan
Standar Kompetensi Lulusan serta Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Permendiknas No. 16
tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi
guru. Disamping itu masih ada sejumlah Permendiknas lainnya yang diharapkan dapat dijadikan rujukan oleh instansi yang turut
bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas pendidikan dan
satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu proses dan hasil belajar di era global dewasa ini, misalnya Permendiknas
untuk Standar Proses, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Kepala
Sekolah, dan Standar Pengawas Sekolah. Dalam Permendiknas No. 16 tahun 2007 telah ditetapkan bahwa guru sebagai pendidik
profesional harus memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D‐IV dan menguasai empat kompetensi,
yaitu pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional.
Perlu
diketahui bahwa pendidikan selama ini terjadi karena pembelajaran hanyalah
suatu proses pengodisian yang tidak menyentuh realitas alami. Pembelajaran
berlatar realitas, artificial. Aktifitas kegiatan belajar mengajar selama ini
merupakan peningkatan kualtas mutu peserta didik dalam belajar. Terdapat jarak
yang cukup jauh antara materi yang dipelajari dengan peserta didik sebagai
insan yang mempelajarinya, materi yang di pelajari terpisah dari peserta didik
yang mempelajarinya.
Sebagai
medium pendekatan antara materi dan
peserta didik pada pembelajaran artificial adalah aktifitas mental berupa
hafalan, pembelajaran lebih menekankan memorisasi terhadap materi yang
dipelajari dari pada struktur yang
terdapat didalam materi itu. Pembelajaran seperti ini melelahkan dan
membosankan. Belajar bukan manifistasi kesadaran dan partisipasi, melainkan
keterpaksaan dan mobilisasi. Dampak psikis ini kontraproduktif dengan hakekat
pendidikan itu sendiri yaitu memanusiakan atas seluruh potensi kemanusiaan yang
dimiliki secara kodrati.
Pembelajaran
seharusnya menjadi aktifitas bermakna yakni pembahasan yakni mengaktualisasi
seluruh potensi kemanusiaan. Bukan sebaliknya, pertanyaan bagaimana menemukan
cara terbaik menciptakan pembelajaran bermakna.
Seiring
dengan pengembangan filsafat kontruktivisme dalam pembelajaran selama dekade
ini, muncul pemikiran kritis merenovasi pembelajaran bagi anak Bangsa Negara
inimenuju pembelajaran yang berkualitas,
humanis, organis, dinamis, dan kontruktif. Salah satu pemikiran kritis
itu dan salah satu upaya yang dapat di kembangkan oleh sekolah adalah pembelajaran
aktif, inofatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan atau PAIKEM.
Pembelajaran
menunjuk pada proses belajar yang menempatkan peserta didik sebagai center stage performance, pembelajaran lebih
menekankan bahwa peserta didik sebagai makhluk berkesadaran memahami arti
penting interaksi dirinya dengan lingkungan yang menghasilkan pengalaman adalah
kebutuhan , kebutuhan baginya mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan yang
dimiliki.
Aktif
: pembelajaran harus menumbuhkan suasana sedemikian rupa sehingga
peserta didik aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar
memang merupakan proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif
yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Pembelajaran
aktif adalah proses belajar yang menumbuhkan dinamika belajar bagi peserta
didik. Dinamika untuk mengartikulasikan dunia idenya dan dan mengonfrontir ide
itu dengan dunia realitas yang dihadapinya.
Inovatif
: pembelaran merupakan proses pemaknaan atas realitas kehidupan yang
dipelajari. Maka itu hanya bias dicapai
jika pembelajaran dapat mefasilitasi kegiatan belajar yang member kesempatan
kepada peserta didik menemukan sesuatu melalui aktivitas belajar yang
dilakoninya.
Kreatif
: pembelajaran harus menumbuhkan pemikiran kritis, karena dengan
pemkiran seperti itulah kreativitas bias dikembangka. Pemikiran kritis adalah
pemikiran reflektif dan produktif yang melibatkan evaluasi bukti. Kreativitas
adalah kemampuan berfikir tentang sesuatu dengan cara baru dan bias
menghasilkan solusi unuk atas suatu problem
Efektif
: pembelaran efektif adalah jantungnya sekolah efektif. Efektif
pembelajaran merujuk pada berdaya dan berhasil guna seluruh komponen
pembelajaran yang diorganisir untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran
efektif mecakup keseluruhan tujuan pembelajran
baik yang berdimensi mental, fisik, maupun social. Pembelajaran efektik “memudahkan “ peserta didik belajar
sesuatu yang “bermanfaat” .
Menyenangkan
: pembelajaran menyenangkan adalah pembelajaran dengan suasana yang
menyenangkan atau dengan kegiatan yang positif. Peserta didik mersakan bahwa
proses belajar yang dialaminya bukan
sebuah derita yang didera dirinya, melainkan berkah yang harus disyukurinya.
Belajar bukanlah tekanan jiwa pada dirinya, namun merupakan panggilan jiwa yang
harus ditunaikannya. Pembelajaran menyenangkan menjadi peserta didik ikhlas
menjalaninya.
0 komentar: